KADANG aku harus belajar untuk diam ……. Karena bicara hanya sekedar menambah luka bagi mereka. Karena ucapku akan semakin menambah pundi-pundi duka mereka di sana.
Namun, aku tidak belajar untuk diam, seperti yang disarankan Farid Gaban pada dunia. Bagiku, untuk diam tak harus belajar, karena diam adalah titik dimana raga tak sanggup berbuat apapun juga. Karena diam adalah sebuah kepengecutan tak berbelas kasihan.
Aku diam, karena memang aku hanya bisa diam, terpaksa dan dipaksa untuk diam. Diam, sekedar untuk dendam yang kupendam, memendam amarah yang tak sanggup membuncah.
Diamku sekedar untuk simpati, sekedar untuk mengheningkan diri kendati dunia tak lagi sehening dulu. Dunia sudah bising, bising oleh kemunafikan, kerakusan, ketamakan, keserakahan dan kebusukan-kebusukan yang sengaja dibalut dengan kain sutra bercampur parfum.
Saudaraku, maafkan aku yang hanya bisa diam, hanya bisa memendam dendammu dalam setiap malam-malam tak berartiku, hanya bisa merasakan jerit tangismu di tengah malam di atas peraduan.
Saudariku, Aku tak pantas menjadi akhi fillah kalian, bahkan mungkin kamu tak pantas mengenalku, karena aku hanya bisa diam melihatmu dihina nistakan, karena aku hanya bisa dendam saat harga dirimu dicampakkan.
Inilah sejati-jatinya aku, seorang manusia di bumi nusantara yang hanya bisa berkoar atas ketidakadilan penghuni dunia terhadapmu. Inilah sebenar-benarnya aku, yang hanya bisa berteriak seperti riak atas derita berabad-abadmu.
Namun, semua yang telah kulakukan itu tak sanggup mengembalikan tawa ceriamu, tak mampu mengembalikan senyum-senyum anakmu usai belajar di surau-surau, tak sangup mengembalikan canda mesra ayah dan ibumu, tak sanggup lagi mengembalikan malam-malam sunyi nan hening saat kamu bercengkarama dengan-Nya.
Jika semua itu tak begitu memberi arti atas setiap tetes darah yang tumpah di tanah sucimu, maka aku pun memilih diam, karena aku selalu yakin bahwa kebenaran akan selalu menang!!!
Leles’ 09
The Looser Person
0 komentar:
Posting Komentar